Barometerkaltim.id – Peran perempuan dalam bingkai pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Kalimantan Timur turut menjadi bahasan dalam Diskusi Urun Pikir bertemakan IKN dan Transformasi Kalimantan Timur sebagai Pusat Pertumbuhan Baru Indonesia, di Universitas Balikpapan, Selasa (27/12/2022).
Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian yang hadir sebagai pembicara secara virtual, menilai ada banyak sekali isu perempuan yang menyebabkan posisinya belum setara dengan laki-laki.
Di antaranya seperti kepemilikan lahan, kekerasan seksual, ancaman di transportasi publik, pendapatan, kesempatan bekerja di sektor formal, hingga keterwalilan dalam politik.
“IKN harus membuka ruang seluas-luasnya untuk menjadi tempat yang aman dan ramah bagi perempuan,” katanya dalam paparannya.
“Jumlah penduduk Kalimantan Timur berdasarkan Survei Penduduk tahun 2020 sejumlah 3,77 juta jiwa dengan jumlah perempuan sebesar 1.804.40 atau 47,9 persen. Jumlah penduduk ini didominasi oleh usia produktif dimana 21,5 persen Gen X, 27,6 persen Millenials, dan 29,1 % Gen Z,” katanya.
Indeks Pembangunan Manusia Kalimantan Timur, menurutnya menjadi modal utama IKN, karena menempati posisi ketiga di Indonesia setelah DKI Jakarta dan DI Yogyakarta.
Hal ini berdasarkan Indikator IPM Kaltim Usia Harapan Hidup (74,61 tahun), Rerata Lama Sekolah (9,84 tahun), Harapan Lama Sekolah (13,81 tahun), dan pengeluaran per kapita (12,12 juta rupiah).
Namun dari semua daerah Kabupaten/Kota di Kaltim, Indeks Pembangunan Gender-nya menujukkan bahwa perempuan masih di bawah laki-laki.
Lebih jauh, Hetifah menyebutkan IKN menggunakan 8 prinsip di antaranya Bhineka Tunggal Ika dan Aman dan Terjangkau.
Sesuai prinsip ini, seharusnya IKN menciptakan ruang yang aman, memperhatikan hak-hak perempuan, termasuk anak perempuan dengan memastikan partisipasi penuh dan efektif bagi para perempuan.
Lalu apa saja hak-hak yang harus diterapkan di IKN? Berikut dijabarkan oleh Hetifah.
- IKN harus mengadopsi semua tindakan yang diperlukan dari peraturan, perencanaan kota, sosial ekonomi untuk memerangi segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan.
- IKN harus menjamin kesetaraan dalam partisipasi politik perempuan secara penuh serta kesempatan yang sama untuk kepemimpianan di semua tingkat pengambilan keputusan.
- IKN harus menjadi kota yang bebas dari kekerasan (fisik, psikologis, verbal, material maupun simbolis) terhadap perempuan di ruang publik maupun privat. Dan menjamin kebebasan mobilitas perempuan.
- IKN harus menjamin akses yang layak untuk perumahan, sanitasi, termasuk bagi mereka yang menjadi kepala rumah tangga/orang tua tunggal.
- IKN harus menjadi kota yang memberikan akses setara terhadap pelayanan publik termasuk mempertimbangkan kebutuhan perempuan seperti pengasuhan anak/lanjut usia/penyandang disabilitas, angkutan umum, penerangan umum, fasilitas MCK, tempat kerja dan infrastruktur layak bagi pekerja informal yang kebanyakan perempuan.
- IKN harus menjadi kota yang menjamin kesetaraan kerja, martabat, renumerasi, dan pengakuan atas pekerjaan informal perempuan.
- IKN menjadi tempat perempuan memiliki suara aktif dan tegas dalam proses perencanaan, desain, produksi, penggunaan dan pemakaian ruang publik.
- Kota yang memperhatikan keberagaman perempuan menurut usia, kemampuan fisik, asal-usul, suku, agama, ras, kondisi ekonomi, agama, maupun politik. Tidak boleh ada diskriminasi terhadap perempuan karena tradisi atau kebiasaan sosial.
- IKN harus dapat mensejahterakan perempuan
Di antaranya lewat penyerapan tenaga kerja di IKN harus memprioritaskan perempuan, dan diberdayakan sesuai kompetensinya.
Lalu perencanaan peningkatan kapasitas, termasuk pelatihan usaha bagi perempuan agar tercapai kesetaraan kesempatan kerja di IKN.
Kemudian pembangunan SDM perempuan Kalimantan Timur harus menjadi prioritas baik pemerintah pusat maupun daerah.
Sebagai informasi diskusi ini digelar oleh Gema Kebangsaan didukung oleh Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (Kagama).
Sejumlah nasarasumber hadir di antaranya Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian secara virtual; Rektor Uniba, Isradi Zainal; Dewan AMAN Kaltim, Margaretha Seting Beraan; dan Budayawan Kaltim, Yustinus Sapto Hardjanto.