Barometerkaltim.id – Sekretaris Komisi IV DPRD Kalimantan Timur, Darlis Pattalongi, mengimbau para orang tua untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap aktivitas anak-anak di media sosial, menyusul maraknya kasus grup online dengan perilaku menyimpang, termasuk yang mengarah pada penyimpangan seksual dan incest.
Darlis menyebut fenomena ini sebagai tanda adanya krisis moral yang serius di tengah masyarakat, dan menekankan bahwa teknologi tidak boleh dijadikan kambing hitam dalam persoalan ini.
“Sekarang ini makin banyak grup di media sosial yang menyimpang secara moral. Bahkan ada yang mempromosikan perilaku seks tidak wajar seperti seks sedarah. Salah satu kasus besarnya sedang ditangani oleh Polda Metro Jaya, tapi anggotanya tersebar di berbagai kota,” ujarnya, saat diwawancarai, Rabu (28/05/2025).
Menurutnya, masalah ini harus menjadi perhatian kolektif karena mencerminkan degradasi nilai dan karakter generasi muda. Ia menggarisbawahi bahwa pengawasan dari orang tua sangat krusial dalam membentengi anak dari konten berbahaya.
“Anak-anak di usia sekolah dasar atau menengah pertama belum layak dibiarkan mengakses media sosial tanpa pendampingan. Bahkan kalau bisa, jangan dulu diberi akun. Untuk anak SMA, boleh saja, tapi tetap harus dalam pengawasan orang tua,” tegasnya.
Ia menambahkan, di dunia maya, aturan sederhananya adalah jangan berinteraksi dengan orang asing. Namun, bagi anak-anak dan remaja, ini sering kali sulit diterapkan karena rasa ingin tahu mereka yang tinggi.
“Masalahnya, anak-anak belum bisa membedakan mana yang aman dan mana yang berbahaya. Di sinilah peran orang tua jadi sangat penting,” jelasnya.
Lebih jauh, Darlis menyatakan bahwa akar dari persoalan penyimpangan perilaku anak muda tak lepas dari sistem pendidikan nasional yang selama ini terlalu berfokus pada pencapaian akademik, sementara pembentukan karakter kerap diabaikan.
“Kita lebih sering mengejar nilai ujian daripada membentuk adab dan moral. Padahal, kepandaian tanpa karakter itu sangat berbahaya. Anak pintar bisa tersesat jika tidak memiliki etika,” katanya.
Darlis juga menyinggung pentingnya reformasi kurikulum untuk menyelaraskan pendidikan dengan tantangan era digital. Ia menilai program-program seperti Sekolah Penggerak dan transformasi pendidikan berbasis karakter sangat dibutuhkan.
“Saat ini sudah ada kesadaran dari pemerintah pusat, misalnya lewat program Garuda Transformasi. Ini langkah awal yang bagus, tapi harus diterapkan secara luas dan menyeluruh,” imbuhnya.
Sebagai refleksi pribadi, Darlis membandingkan sistem pendidikan masa kini dengan zamannya dulu. Ia merasa bahwa dulu pendidikan jauh lebih menekankan etika dan sopan santun.
“Generasi kami dulu, usia 50-an ke atas, sangat akrab dengan pelajaran adab. Sekarang, anak-anak lebih akrab dengan angka dan prestasi akademik, tapi tidak dengan nilai-nilai dasar kehidupan,” kenangnya.
Terkait arus digitalisasi yang kian deras, Darlis mengingatkan bahwa teknologi tidak dapat dibendung. Maka yang harus disesuaikan adalah pendekatan pendidikan dan pola pengasuhan.
“Kita tidak bisa menyalahkan teknologi. Itu sudah menjadi bagian dari hidup. Yang bisa kita lakukan adalah menyiapkan anak-anak kita agar siap dan mampu bertahan di era digital ini, dengan karakter dan moral yang kuat,” pungkasnya.(Adv/dprdkaltim/yhon)