Barometerkaltim.id – Komitmen ganti rugi senilai Rp35 miliar dari pihak pelaku penabrakan Jembatan Mahakam hingga kini belum menunjukkan kejelasan realisasi. Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi III DPRD Kaltim, Jahidin, menyampaikan bahwa bentuk pertanggungjawaban itu tidak bisa hanya dalam pernyataan informal, tetapi harus diikat melalui mekanisme hukum yang tegas dan mengikat.
“Kalau hanya sekadar surat atau pernyataan di bawah tangan, itu tidak bisa dijadikan jaminan. Komitmen itu harus dibuat dalam bentuk cross-akte di depan notaris, ada berita acara yang jelas, sehingga jika dilanggar, bisa ditindak sesuai hukum,” ungkapnya, beberapa hari lalu.
Jahidin menjelaskan bahwa proses penanganan insiden yang merugikan negara, apalagi yang menyangkut infrastruktur vital seperti jembatan penghubung utama di Samarinda, tidak boleh dianggap remeh. Tanpa dasar hukum yang kuat, tanggung jawab pelaku rentan diabaikan.
“Kalau tidak dilakukan seperti itu, nanti gampang saja mereka mengelak. Padahal ini menyangkut keselamatan dan akses ekonomi masyarakat luas,” tegasnya.
Ia bahkan menyarankan agar dalam akta tersebut dicantumkan jaminan harta kekayaan, sehingga apabila pelaku tidak melaksanakan kewajibannya, maka aset mereka dapat disita oleh negara sebagai bentuk pengganti kerugian.
“Kita tidak mau lagi sekadar janji. Harus ada langkah konkret dan tegas. Ini bukan cuma soal uang, tapi soal akuntabilitas dan wibawa negara. Jangan sampai masyarakat kehilangan kepercayaan karena hukum tumpul terhadap korporasi,” lanjut Jahidin.
Komisi III DPRD Kaltim, imbuhnya, akan mendesak agar mekanisme ini segera dibahas dalam rapat kerja bersama pihak-pihak terkait, termasuk KSOP, Dinas Perhubungan, dan pihak hukum untuk menyusun langkah-langkah penindakan dan penegakan ke depan. (Adv/dprdkaltim/yhon)