Berita  

Ancaman Terhadap Kebebasan Pers: Kasus Kekerasan dan Intimidasi Jurnalis di Indonesia Meningkat

Foto: Ancaman Serius Pada Jurnalis. (Ilustrasi)

Barometerkalti.id, Samarinda – Kebebasan pers di Indonesia semakin terancam dalam dua tahun terakhir, ditandai dengan peningkatan kasus kekerasan dan intimidasi terhadap jurnalis.

Data dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menunjukkan bahwa pada tahun 2023 tercatat 101 kasus kekerasan, dan pada tahun berikutnya terjadi 73 insiden serupa. Situasi ini mengindikasikan bahwa kondisi kebebasan pers di Indonesia belum membaik, bahkan cenderung memburuk.

Ketua AJI Indonesia, Nany Afrida, mengungkapkan bahwa setiap kasus yang dilaporkan kepada AJI telah diserahkan ke kepolisian, namun mayoritas pelaku tidak berhasil ditangkap. Nany juga menyoroti bentuk-bentuk kekerasan yang semakin mengkhawatirkan, seperti pelemparan bom molotov ke kantor redaksi media Jubi, pembunuhan wartawan Rico Sempurna Pasaribu, dan yang terbaru adalah pengiriman kepala babi kepada jurnalis Tempo.

“Kebebasan pers di era reformasi tidak jauh berbeda dengan era Orde Baru,” ujar Nany dengan nada prihatin.

Dewan Pers: Jangan Takut, Tetap Profesional

Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, menyerukan kepada pers nasional untuk tidak takut menghadapi berbagai bentuk ancaman dan tetap menjalankan tugas jurnalistik secara profesional. Ninik juga menekankan pentingnya perusahaan pers dalam memberikan perlindungan dan menjamin keselamatan jurnalis selama bertugas.

“Sayangnya, hingga saat ini belum ada mekanisme dari negara yang secara khusus melindungi jurnalis sebagai pembela hak asasi manusia,” kata Ninik.

Ia juga menyoroti penurunan Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) sebagai indikator bahwa kondisi pers nasional sedang tidak baik-baik saja.

Kasus Teror Kepala Babi: Simbol Ancaman Serius

Salah satu kasus yang mencuri perhatian adalah pengiriman paket berisi kepala babi kepada jurnalis Tempo, Francisca Christy Rosana, yang dikenal sebagai pembawa siniar “Bocor Alus Politik”. Paket tersebut diterima oleh satuan pengamanan Tempo pada Rabu (19/03) sore, dan baru dibuka keesokan harinya oleh Cica—sapaan akrab Francisca—bersama rekan kerjanya, Hussein Abri Yusuf Muda.

Erick Tanjung, Koordinator Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ), menjelaskan bahwa paket tersebut dikirim oleh seorang pria yang mengendarai sepeda motor dengan jaket hitam dan helm ojek online. Paket itu dibungkus rapi sehingga tidak menimbulkan kecurigaan. Namun, saat dibuka, tercium bau menyengat dan ditemukan kepala babi dengan dua telinga yang dipotong.

“Kasus ini bukan sekadar teror, tetapi juga ancaman terhadap nyawa jurnalis,” tegas Erick.

KKJ telah melaporkan kasus ini ke Bareskrim Polri dengan menggunakan Pasal 18 UU Pers serta Pasal 170 dan 406 KUHP.

Menurut Erick, teror yang dialami Cica bukanlah yang pertama. Dalam sebulan terakhir, Cica sering menerima panggilan dari nomor tak dikenal dan merasa diawasi oleh sosok mencurigakan. Hussein, rekan Cica, juga mengalami ancaman serupa, termasuk kaca mobilnya yang dirusak oleh orang tak dikenal dalam empat bulan terakhir.

Erick menduga bahwa ancaman ini terkait dengan pemberitaan Tempo yang kerap mengkritik kebijakan pemerintah, seperti keputusan Presiden Prabowo Subianto memboyong menteri ke Akademi Militer, pembagian konsesi tambang, efisiensi anggaran, dan Revisi UU TNI.

“Ini bukan sekadar intimidasi terhadap individu, tetapi terhadap kerja jurnalistik Tempo secara keseluruhan,” ujar Erick.

“Siapa pun dalangnya, apakah melibatkan orang berkuasa atau tidak, harus diungkap,” tambahnya dengan tegas.

Menyadari tingkat bahaya yang tinggi, KKJ telah memindahkan Cica ke (safe house-red) untuk menjamin keamanannya. Erick menilai bahwa teror kepala babi ini merupakan simbol ancaman pembunuhan dan peringatan kepada Tempo untuk menghentikan pemberitaan kritis.

“Cica mengalami trauma yang cukup berat setelah kejadian ini. Pesan yang disampaikan jelas: ‘Jika kalian terus memberitakan hal-hal yang merugikan pihak tertentu, nyawa kalian bisa terancam,” kata Erick.

Refleksi: Kebebasan Pers di Tengah Ancaman

Kasus-kasus kekerasan dan intimidasi terhadap jurnalis ini menjadi bukti nyata bahwa kebebasan pers di Indonesia masih berada dalam ancaman serius. Tanpa perlindungan yang memadai dari negara, jurnalis akan terus rentan terhadap kekerasan dan teror. Upaya untuk menegakkan kebebasan pers dan melindungi jurnalis harus menjadi prioritas, bukan hanya bagi pemerintah, tetapi juga bagi seluruh elemen masyarakat yang peduli terhadap demokrasi dan hak asasi manusia.

“Kebebasan pers adalah pondasi demokrasi. Jika pers dibungkam, maka suara rakyat juga akan hilang,” tegas Nany Afrida.

Penulis: yhon

Editor: Rb

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *