Barometerkaltim.id, Kaltim – Suasana Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar di Gedung E Kantor DPRD Kalimantan Timur (Kaltim) pada Selasa, 29 April 2025, memanas setelah dua anggota legislatif, Darlis Pattalongi dan Andi Satya Adi Saputra, diduga melakukan tindakan pengusiran terhadap kuasa hukum dari Rumah Sakit Haji Darjad (RSHD) Samarinda. Insiden ini kemudian mendapat reaksi keras dari kalangan advokat di Kaltim.
Terkait peristiwa tersebut, Tim Advokasi Bubuhan Advokat Kaltim melayangkan surat keberatan secara resmi kepada Badan Kehormatan (BK) DPRD Kaltim. Surat tersebut disampaikan langsung pada Rabu, 7 Mei 2025, dan diterima oleh staf BK lantaran Ketua BK, Subandi, tidak berada di kantor saat itu.
Ketua Tim Advokasi, Hairul Bidol, menyatakan bahwa tindakan yang dilakukan oleh dua anggota dewan tersebut tidak hanya melukai perasaan para advokat, namun juga mencederai prinsip-prinsip hukum yang menjamin hak setiap pihak untuk memperoleh pendampingan hukum.
“Kami sangat menyesalkan kejadian ini. Tindakan tersebut kami nilai sebagai bentuk pelecehan terhadap profesi kami sebagai advokat,” ungkapnya.
Hairul menegaskan, timnya menuntut permohonan maaf terbuka dari kedua anggota DPRD dan meminta Badan Kehormatan segera menindaklanjuti laporan tersebut. Ia memberi tenggat waktu selama satu minggu bagi BK untuk memberikan tanggapan resmi. Jika tidak ada respons, Tim Advokasi menyatakan akan mempertimbangkan langkah lanjutan.Selain permintaan maaf, Hairul juga mendesak agar BK menjadwalkan sidang etik terhadap Darlis dan Andi Satya.
Menurutnya, sikap arogansi seperti itu tidak patut dipertontonkan dalam forum resmi kenegaraan. Ia mengingatkan bahwa keberadaan advokat dalam forum RDP adalah sah menurut hukum, apalagi dalam konteks mewakili institusi yang sedang menghadapi persoalan hukum dan ketenagakerjaan.
Dalam kesempatan terpisah, Ketua DPD Ikadin Kaltim, Fajriannur, menyampaikan sikap yang lebih keras. Ia mengecam tindakan pengusiran tersebut dan menyatakan bahwa perbuatan dua anggota dewan itu telah mencoreng martabat lembaga perwakilan rakyat.
“Kami tidak sekadar mengecam, tetapi mengecam keras dan mengutuk tindakan itu. Kami mendesak agar BK segera menggelar sidang etik dan mempertimbangkan pemberian sanksi tegas, termasuk pemberhentian dari keanggotaan DPRD,” tegasnya.
Sebagai latar belakang, RDP tersebut dilaksanakan oleh Komisi IV DPRD Kaltim untuk menindaklanjuti laporan para karyawan RSHD yang mengaku belum menerima gaji selama dua hingga tiga bulan. Namun, pihak manajemen rumah sakit tidak hadir dalam rapat dan hanya mengirimkan tim kuasa hukum yang terdiri dari tiga orang pengacara.
Namun sebelum rapat berlangsung, tim kuasa hukum tersebut diminta keluar dari ruangan oleh dua anggota DPRD, dengan alasan yang belum dijelaskan secara rinci ke publik. Insiden inilah yang kemudian memicu keberatan dari kalangan advokat, karena mereka menilai bahwa pengacara berhak hadir dan menyampaikan keterangan dalam forum resmi, apalagi jika ditunjuk sebagai wakil sah dari institusi.
Peristiwa ini telah menciptakan ketegangan antara lembaga legislatif dan komunitas advokat di Kalimantan Timur. Masyarakat pun kini menanti langkah tegas dari BK DPRD Kaltim untuk menyelesaikan polemik ini secara adil dan transparan, serta menjamin agar forum-forum publik ke depan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai hukum dan profesionalisme.
Penulis: Yhon
Editor: Rb