Barometerkaltim.id – Komisi II DPRD Kalimantan Timur tengah mempersiapkan pemanggilan terhadap manajemen PT Pelabuhan Tiga Bersaudara (PT PTB) menyusul mencuatnya dugaan praktik korupsi dalam pengelolaan terminal Ship to Ship (STS) di perairan Muara Berau dan Muara Jawa.
Anggota Komisi II DPRD Kaltim, Muhammad Husni Fahruddin atau yang akrab disapa Ayub, menyatakan bahwa langkah tersebut merupakan tindak lanjut atas sejumlah laporan masyarakat terkait adanya pungutan liar dalam aktivitas operasional PT PTB.
“DPRD sebenarnya sudah pernah memfasilitasi rapat dengar pendapat (RDP) dengan PT PTB sebelumnya. Tapi dalam perkembangan berikutnya justru muncul laporan yang mengarah pada indikasi tindak pidana korupsi,” ungkap Ayub saat ditemui beberapa hari lalu.
Lebih lanjut, pria yang akrab disapa Ayub, telah sepakat untuk segera mengagendakan pemanggilan tersebut, yang nantinya akan melibatkan juga perwakilan masyarakat sekitar. Dua poin utama yang akan dibahas yakni persoalan gugatan hukum dan dugaan praktik korupsi yang dilakukan oleh perusahaan.
“Kita ingin membahas dua hal. Pertama, soal gugatan yang sedang berjalan. Kedua, menyelidiki lebih lanjut dugaan korupsi yang tentu nilainya sangat besar dan bisa berdampak pada kerugian daerah,” tegasnya.
Menurut Ayub, wilayah operasional PT PTB berada di bawah yurisdiksi Provinsi Kalimantan Timur, bukan pemerintah pusat, sehingga segala bentuk kerugian akibat praktik ilegal tersebut juga turut membebani keuangan daerah.
“Jangan sampai hanya disebut merugikan negara. Daerah juga dirugikan karena itu masih dalam wilayah zona provinsi,” ujarnya.
Dugaan korupsi bermula dari temuan adanya pungutan liar sebesar USD 0,8 per metrik ton batu bara dengan dalih sebagai biaya floating crane, padahal PT PTB tidak memiliki fasilitas tersebut. Sejak Juli 2023, tercatat sekitar 250 juta metrik ton batu bara diekspor melalui terminal tersebut, yang jika dikalkulasikan total pungutan mencapai USD 300 juta atau sekitar Rp5,04 triliun.
Kasus ini telah dilaporkan oleh Asosiasi Pertambangan Rakyat Indonesia (APRI) ke Kejaksaan Agung. APRI juga mendesak keterlibatan KPK, PPATK, dan BPKP untuk mengusut lebih jauh praktik yang diduga merugikan keuangan negara dan daerah tersebut.
DPRD Kaltim berharap forum pemanggilan nanti bisa membongkar fakta-fakta penting yang selama ini tersembunyi dan mendorong transparansi dalam pengelolaan sumber daya di wilayah Kalimantan Timur. (Adv/dprdkaltim/yhon)