Barometerkaltim.id – Penanganan banjir di Kota Bontang tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah setempat, tetapi memerlukan keterlibatan dari berbagai pihak, termasuk provinsi dan pusat.
Hal ini ditegaskan oleh Anggota DPRD Kaltim, Agus Aras, yang menyoroti pentingnya pendekatan lintas sektor untuk menghadapi masalah yang kerap melanda kota industri tersebut.
Agus Aras menekankan bahwa penanganan banjir harus terintegrasi. Menurutnya, kebijakan yang terkoordinasi antar pemerintah kota dan provinsi akan membuka peluang untuk mendapatkan dukungan dari pemerintah pusat.
“Dengan sinergi yang kuat, bantuan dari provinsi dan pusat dapat diarahkan secara tepat sasaran,” jelas Agus.
Salah satu solusi strategis yang diusulkan adalah pembangunan sodetan sungai di Kutai Timur yang bermuara ke Sungai Bontang. Rencana ini diharapkan mampu meminimalisasi risiko banjir di daerah tersebut. Namun, Agus menegaskan perlunya perencanaan yang matang agar dampaknya optimal.
Selain itu, Agus mengungkapkan bahwa alokasi bantuan keuangan (Bankeu) dari APBD Kaltim tahun 2025 untuk Kota Bontang mencapai Rp 226 miliar. Dana ini akan digunakan terutama untuk mengatasi titik-titik rawan banjir.
“Fokus alokasi Bankeu ini menunjukkan komitmen provinsi terhadap perbaikan infrastruktur yang berdampak langsung pada masyarakat,” ujarnya.
Tak hanya itu, proyek pembangunan Bendungan Pengendali (Bendali) di Desa Suka Rahmat juga disebut sebagai langkah penting.
Namun, kendala teknis seperti status lokasi yang berada di kawasan hutan lindung menghambat progres proyek tersebut. Agus mengharapkan dukungan kementerian terkait untuk mempercepat proses penyelesaian izin agar proyek dapat segera direalisasikan.
Pendekatan multi-level dan kolaboratif ini menjadi bukti bahwa persoalan banjir membutuhkan solusi yang melibatkan berbagai pihak. Dengan pengelolaan yang terencana dan sinergi yang kuat, harapan untuk mengentaskan masalah banjir di Kota Bontang semakin terbuka lebar.