Barometerkaltim.id – Skandal mafia tanah terjadi di Desa Bhuana Jaya, Kecamatan Tenggarong Seberang, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) dengan dugaan keterlibatan Kepala Desa (Kades) Bhuana Jaya dan bawahannya. Praktik ini merugikan Supriyadi, seorang anggota TNI yang menjadi korban dari transaksi tanah yang dilakukan tanpa izinnya.
Arjuna Ginting SH MH, Dr. Yuni Priskila Ginting, SH MH, Dr. (c) Triana Megawati Tening SH MH CLA selaku Kuasa Hukum Supriyadi, menegaskan bahwa dalam kasus ini terdapat pemalsuan dokumen, keterangan palsu, dan dugaan tindak pidana pencucian uang.
“Kami meminta pihak kepolisian dan kejaksaan untuk bertindak tegas terhadap Kepala Desa dan anak buahnya yang terlibat dalam transaksi ilegal ini,” ungkap Arjuna Ginting kepada wartawan, Senin (14/07/2025).
Ginting menyampaikan pula bahwa pihaknya telah mengirimkan surat kepada Bupati Kutai Kartanegara Cq. Kasi Pemerintahan.
“Karena surat kuasa yang digunakan untuk transaksi tanah ini memanfaatkan kop surat Kepala Desa untuk meyakinkan pembeli,” katanya.
Ia juga menegaskan bahwa sertifikat asli untuk tanah yang sama tidak mungkin ada dua SHM asli, dan pihaknya akan membuktikan hal ini di pengadilan.
Tanah yang menjadi sengketa ini sebelumnya merupakan milik almarhum H. Baderi, yang dijual oleh almarhum Suparno tanpa seizin pemilik tanah.
Pada 8 November 2010, dibuat sebuah surat perjanjian bahwa almarhum Suparno mengakui telah menjual tanah tersebut kepada sebuah perusahaan tanpa sepengetahuan almarhum H. Baderi.
Agar tidak sampai ke ranah hukum, sebagai gantinya, almarhum Suparno memberikan Sertifikat Hak Milik (SHM) tanah seluas 10.000 meter persegi kepada almarhum H. Baderi.
Pada 23 Februari 2015, almarhum H. Baderi menyerahkan tanah yang diberikan oleh almarhum Suparno kepada Supriyadi yang dibuat tanda terimanya di atas kwitansi dan dibubuhi materai.
Karena suatu hal kesibukan dinas di TNI AD, Supriyadi hanya sekali saja melihat tanah tersebut, dan mulai tahun 2020 sampai 2024 ia rajin membayar pajak
Namun, pada Februari 2023, Supriyadi meminta bantuan rekannya yang merupakan Babinsa di Tenggarong Seberang untuk bertemu dengan Kepala Desa Bhuana Jaya, serta ahli waris almarhum Suparno, guna memastikan status tanah yang dikuasainya.
Pada pertemuan yang berlangsung pada 17 Maret 2023, Kepala Desa meminta agar Supriyadi menyerahkan SHM asli untuk diperiksa ke Badan Pertanahan Nasional (BPN). Namun, setelah beberapa kali pertemuan lanjutan, Supriyadi justru dihadapkan pada kejanggalan.
Pada Agustus 2023, Supriyadi mengetahui bahwa tanah yang sebelumnya dipegangnya telah dijual kepada PT. Khotai Makmur Insan Abadi oleh ahli waris almarhum Suparno yang diwakili oleh Bambang Subroto, yang tidak lain adalah anak buah Kepala Desa.
Transaksi ini dilakukan dengan menggunakan surat kuasa yang memuat kop surat dan stempel Kepala Desa Bhuana Jaya, meskipun Kepala Desa sendiri sudah mengetahui bahwa SHM asli berada di tangan Supriyadi.
Hal yang lebih mencurigakan adalah dalam surat kuasa yang dikeluarkan pada Februari 2023, terdapat klausul yang menyatakan bahwa apabila timbul masalah terkait tanah tersebut, kedua belah pihak harus menyelesaikan sengketa tanpa melibatkan pihak luar.
Saat dikonfirmasi, baik Kades Frend Effendy maupun Bambang Subroto belum memberikan tanggapan secara resmi. (TIM)