Barometerkaltim.id – Wacana pemerintah pusat memangkas Dana Transfer ke Daerah (TKD) hingga 50 persen memantik reaksi keras dari Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur, Hasanuddin Mas’ud.
Menurutnya, jika kebijakan itu benar-benar dijalankan, dampaknya akan sangat besar bagi kemampuan fiskal daerah, termasuk Kaltim yang notabene merupakan salah satu lumbung tambang, migas, dan perkebunan terbesar di Indonesia.
“Itu kebijakan pusat, bukan cuma kita yang kena, seluruh Indonesia juga terdampak. Tapi masalahnya, kalau pusat lagi kekurangan kas, kenapa justru kas daerah yang harus diperas?”.
Hasanuddin menilai, lobi politik memang penting dilakukan, tetapi yang lebih mendesak adalah perubahan sistem pembagian Dana Bagi Hasil (DBH). Ia menegaskan, mekanisme saat ini tidak adil bagi daerah penghasil.
“Kalau sampai benar dipotong 50 persen, kita jelas keberatan. DBH itu sudah ada aturannya, harusnya dibagi sesuai kontribusi. Masa daerah penghasil cuma terima 5 persen, itu pun bisa dipotong kapan saja?” ujarnya dengan nada kritis.
Sebagai solusi, Hasanuddin mengusulkan agar DBH dipotong langsung di daerah sebelum masuk ke kas pusat. Dengan begitu, porsi yang menjadi hak daerah tidak bisa lagi ditunda apalagi dipangkas.
“Seharusnya 5 persen buat daerah langsung dipotong di sini, sisanya silakan ke pusat. Tapi sekarang semuanya dibawa dulu ke pusat, baru ditransfer balik ke daerah. Nah, pas pusat lagi kekurangan kas, bagian kita yang jadi korban. Ini yang bikin daerah makin sulit,” jelasnya.
Ia menambahkan, persoalan ini bukan hanya soal angka, tetapi menyangkut kepastian hak daerah. Sering kali meski DBH sudah ditetapkan, pencairannya tetap bergantung pada kondisi kas nasional.
“Kadang kita yang punya hak, tapi tetap harus mohon-mohon ke pusat. Harusnya tidak begitu. Kalau sudah ada aturan Presiden atau Peraturan Menteri Keuangan, ya daerah tidak bisa berbuat apa-apa, cuma bisa menerima,” pungkasnya.






