Sigit Wibowo Dorong Terobosan Menkeu Baru untuk Daerah Penghasil

Foto: Anggota Komisi II DPRD Kaltim, Sigit Wibowo.(Barometerkaltim.id/Man)

Barometerkaltim.id – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) menaruh harapan besar pada Menteri Keuangan (Menkeu) baru, Purbaya Yudhi Sadewa, agar menghadirkan kebijakan fiskal yang lebih adil bagi daerah penghasil sumber daya alam.

Harapan ini disampaikan Anggota Komisi II DPRD Kaltim, Sigit Wibowo, Ia menyebutkan potensi pengurangan Dana Bagi Hasil (DBH) hingga 50 persen menjadi ancaman serius bagi ruang fiskal daerah.

Jika tidak diantisipasi, kondisi ini dikhawatirkan akan berdampak pada pembangunan dan pelayanan publik, khususnya mulai tahun 2026 mendatang.

“Meski PAD kita lumayan, kalau DBH terkurangi sampai 50 persen tentu memberatkan. Apa yang kita anggarkan tahun ini, dampaknya bisa dirasakan di 2026 nanti. Ini merepotkan, karena pembiayaan dari mana? Sementara program pusat juga ada yang harus kita dukung,” ujarnya.

Selain itu, Ia menekankan bahwa Kaltim merupakan salah satu daerah penyumbang besar penerimaan negara, seharusnya mendapat perlakuan khusus dalam penyusunan APBN. Tanpa keberpihakan, ketimpangan fiskal dinilai akan semakin melebar.

“Mudah-mudahan ada peran lebih besar untuk perbaikan, terutama bagi daerah penghasil. Kita butuh kamus kebijakan fiskal yang lebih spesifik dan adil,” harapnya.

Selain itu, Sigit juga menyoroti masalah penyerapan anggaran yang selama ini belum optimal. Kondisi tersebut membuat Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) sempat tinggi, karena keterlambatan realisasi program, termasuk Belanja Tidak Terduga (BTT).

“Dulu kita stagnan karena SiLPA tinggi. Ke depan jangan sampai justru defisit karena ruang fiskal tidak digunakan optimal,” katanya.

Ia menambahkan, stabilitas ekonomi daerah sangat bergantung pada kelancaran transfer dana dari pusat serta efektivitas pengelolaan anggaran di daerah.

Karena itu, ia mendorong seluruh pihak untuk bersinergi menjaga stabilitas fiskal agar pembangunan tidak terhambat.

“Perekonomian daerah tidak boleh stagnan. Uang harus beredar, program harus berjalan. Kita butuh kepastian dalam kebijakan fiskal. Jangan sampai daerah penghasil justru merasa tersisih,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *