Barometerkaltim.id – Persoalan ganti rugi lahan di Desa Sebuntal, Kecamatan Marangkayu, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), kembali mencuat.
Warga yang merasa haknya terabaikan berencana melayangkan surat terbuka kepada Presiden Prabowo Subianto. Dukungan pun datang dari Anggota Legislator Kaltim asal Dapil Kukar, Baharuddin Demmu.
“Terkait rencana masyarakat bikin surat terbuka, tentu kita dukung. Mudah-mudahan dengan begitu, respon Presiden bisa cepat,” ujar Baharuddin.
Menurutnya, langkah warga Sebuntal sangat wajar mengingat persoalan ganti rugi lahan oleh PT Perkebunan Nusantara (PTPN) tak kunjung tuntas. Ia menilai lambannya penanganan justru membuat masalah semakin berlarut.
Akibat kekecewaan itu, warga sempat menutup akses jalan menuju Bendungan Sebuntal pada awal Agustus lalu. Aksi tersebut jadi bentuk protes karena lahan mereka belum juga dibayar.
“Itu kesalahan pemerintah yang tidak mengantisipasi. Tanah rakyat jangan sampai tidak dibayar. Seharusnya sejak awal sudah diselesaikan,” tegas politisi PAN itu.
Baharuddin mengingatkan, rencana pembayaran ganti rugi sebenarnya sudah ada sejak 2018 dan disebut bakal dilakukan bertahap. Namun, realisasinya hingga kini tak pernah jelas.
Persoalan semakin pelik karena dikonsinyasikan ke pengadilan akibat sengketa kepemilikan, sementara di atas tanah warga sudah ada Hak Guna Usaha (HGU) yang membuat perusahaan tetap bebas beroperasi.
“Karena tiba-tiba ada HGU, rakyat jadi kehilangan haknya. Dibawa ke pengadilan pun prosesnya lama. Hak rakyat seolah tidak terlihat, hanya kalah dengan selembar surat HGU,” ucapnya.
Ia juga menilai aksi warga memutus akses jalan ke bendungan tak lepas dari ketidakseriusan pelaksana proyek. Bahkan, sering kali yang hadir hanya perwakilan tanpa kewenangan untuk mengambil keputusan.
“Wajar kalau masyarakat akhirnya bertindak. Justru itu harus jadi sinyal kuat bagi pemerintah untuk segera merespons,” tambahnya.
Baharuddin menjelaskan, proyek bendungan awalnya digagas Pemkab Kukar, namun karena keterbatasan anggaran dialihkan ke pemerintah pusat melalui Kementerian PUPR dan Balai Wilayah Sungai (BWS).
Karena itu, ia berharap penyelesaian konflik lahan mendapat perhatian serius dari pemerintah pusat.
“Kalau hanya mengandalkan pengadilan, penyelesaiannya akan berlarut. Pemerintah harus hadir memberi kepastian agar rakyat mendapatkan haknya,” pungkasnya.






