Barometerkaltim.id – Pemerintah daerah di Kalimantan Timur, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, diminta untuk mengalokasikan anggaran khusus dalam APBD guna mendukung sertifikasi insinyur.
Langkah ini dianggap penting untuk memastikan kompetensi para pejabat teknis, seperti Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), yang menangani proyek infrastruktur.
Anggota DPRD Kaltim, Sapto Setyo Pramono, menegaskan bahwa sertifikasi insinyur menjadi keharusan untuk menjaga kualitas proyek pembangunan, terutama yang bersumber dari anggaran pemerintah.
Ia menyoroti bahwa biaya sertifikasi cukup tinggi, termasuk untuk pendidikan dan ujian kompetensi, sehingga memerlukan dukungan anggaran dari pemerintah.
“Proses sertifikasi ini tidak murah karena insinyur harus mengikuti pendidikan tambahan sebelum menjalani uji kompetensi. Pemerintah daerah perlu mengambil peran aktif dalam mendanai program ini,” kata Sapto, Selasa (12/11/2024).
Menurut Sapto, kewajiban sertifikasi insinyur telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2014 tentang Keinsinyuran. Sertifikasi ini bertujuan memastikan profesionalitas dan kompetensi dalam praktik keinsinyuran, serta memberikan jaminan mutu pada setiap proyek infrastruktur yang dikerjakan.
“Sertifikasi ini tidak hanya wajib bagi insinyur lokal, tetapi juga berlaku bagi insinyur asing yang ingin bekerja di Indonesia. Semua harus memiliki Surat Tanda Registrasi Insinyur (STRI) dari Persatuan Insinyur Indonesia (PII),” jelasnya.
Sapto menekankan bahwa sertifikasi insinyur profesional (SIP) juga menjadi syarat mutlak bagi semua Sarjana Teknik yang ingin terlibat dalam pekerjaan teknis.
Ia mengingatkan bahwa insinyur yang belum tersertifikasi dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
“Setiap insinyur wajib memiliki SIP sebelum bekerja. Jika tidak, ada ancaman sanksi, termasuk denda atau kurungan,” tambahnya.
Selain memenuhi syarat legal, Sapto menyebutkan bahwa sertifikasi juga menjadi penentu kualifikasi insinyur. Ada tiga tingkatan kualifikasi yang diakui, yaitu pratama, madya, dan utama. Ia menyoroti pentingnya insinyur berkualifikasi utama untuk menangani proyek besar di sektor publik.
“Proyek besar, seperti pembangunan infrastruktur strategis, idealnya dikelola oleh PPK atau PPTK dengan kualifikasi utama. Jika masih banyak yang berada di tingkat pratama, mereka perlu mengikuti pelatihan lanjutan,” ungkapnya.
Dalam perjalanannya, insinyur juga diwajibkan memperbarui sertifikasi mereka setiap lima tahun melalui program Pengembangan Keprofesionalan Berkelanjutan (PKB).
Hal ini diatur lebih rinci dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2019, yang ditandatangani Presiden Joko Widodo sebagai pelaksanaan dari UU Keinsinyuran.
Sapto berharap bahwa pemerintah daerah, bersama perusahaan konstruksi, dapat bekerja sama dalam mendukung sertifikasi insinyur, sehingga kualitas proyek infrastruktur di Kalimantan Timur semakin terjamin.
“Ini bukan hanya soal kepatuhan hukum, tetapi juga investasi untuk masa depan. Infrastruktur yang berkualitas hanya bisa tercapai jika dikerjakan oleh tenaga profesional yang kompeten,” tutupnya.