Barometerkaltim.id, Kaltim – Buntut dugaan korupsi dan pungutan liar (pungli) senilai Rp 5,04 triliun yang melibatkan PT Pelabuhan Tiga Bersaudara (PT PTB) di Terminal Kapal ke Kapal Perairan Muara Berau dan Muara Jawa, Kalimantan Timur, Nusantara Monitoring Center (NMC) Kaltim, serahkan laporan pengaduan pada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kaltim dengan menyerahkan beberapa bukti-bukti lapangan.
Koordinator Lapangan Nusantara Monitoring Center (NMC) Kaltim, Arman mengungkapkan, pihaknya melakukan pelaporan terhadap PT PTB karena dugaan pungli dan legalitas yang belum jelas. Selain itu, pihaknya berharap kasus ini agar segera di tindak lanjuti. Sebab, dengan aktifitas PT tersebut mengakibatkan kerugian negara dengan jumlah triliunan rupiah.
“Laporannya saya serahkan ke kejati kaltim, dan diterima langsung oleh Puteri, pada pagi ini,” ungkapnya usai serahkan laporan tersebut, Senin (28/4/2025).
Tak hanya itu, Arman menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengawal kasus ini hingga diproses secara adil dan transparan. Jika, laporan ini tidak di indahkan pihaknya akan kembali dalam bentuk aksi.
“Jika tidak ada progres yang signifikan dari laporan tersebut, dalam waktu 7×24 kami akan cek kembali dalam bentuk aksi,” tegasnya.
Beberapa hari lalu, Ketua Umum Asosiasi Pertambangan Rakyat Indonesia (APRI), Rudi Prianto menyapaikan, PT PTB melakukan kegiatan ship to ship (red) diwilayah yang tidak memiliki dasar hukum sebagai area pelabuhan.
“Izin dari Kementerian Perhubungan diduga dikeluarkan berdasarkan data palsu yang diberikan PT PTB. Ini adalah kejahatan serius terhadap negara,” tegas Rudi dalam keterangannya di Jakarta, Senin (14/4), seperti dilaporkan neraca.co.id.
Aturan yang dilanggar mencakup Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 48 Tahun 2021, khususnya Pasal 7, 17, dan 18, yang mewajibkan penetapan wilayah konsesi oleh Menteri Perhubungan dengan koordinasi Gubernur Kalimantan Timur.
Namun, tidak ada bukti koordinasi atau rekomendasi dari pemerintah daerah. Selain itu, Pasal 11 dan 27 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 59 Tahun 2021 juga diabaikan, di mana pelaporan kegiatan usaha pelabuhan wajib dilakukan kepada gubernur dan penyelenggara pelabuhan setempat.
Akibatnya, lokasi ship to ship (red) tersebut tidak memiliki dasar hukum tata ruang yang sah, menjadikan semua pungutan di wilayah itu ilegal dan berpotensi sebagai tindak pidana korupsi. Rudi menegaskan, Kementerian Perhubungan harus mencabut konsesi PT PTB, terutama setelah Surat Menteri Perhubungan Nomor PR.202/1/18 PHB 2023 tanggal 24 Juli 2023 dibatalkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta melalui Putusan Nomor 377/B/2024/PT.TUN.JKT pada 18 September 2024.
Kejaksaan Agung, KPK, PPATK, dan BPKP kini didesak untuk mengusut kasus ini, mengingat kerugian negara dan PT PTB diperkirakan mencapai US$ 300 juta. Investigasi mendalam diperlukan untuk mengungkap seluruh pelanggaran dan memastikan pertanggungjawaban hukum bagi pihak-pihak yang terlibat.
Penulis: yhon
Editor: Rb