Barometerkaltim.id – Pengakuan Ismail Bolong soal tambang ilegal yang dikelolanya menyeruak hingga ke persidangan kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, dengan terdakwa utama Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi.
Pada pengakuan Ismail Bolong kedua, mantan anggota Polri dari Polresta Samarinda itu mengaku mendapatkan tekanan dari anak buah Ferdy Sambo, Hendra Kurniawan yang saat itu menjabat Karo Paminal Propam Polri, pada Februari 2022.
Tim Kuasa Hukum Hendra Kurniawan pun angkat bicara mengenai pengakuan Ismail Bolong yang menyebutkan nama kliennya.
Kuasa hukum Hendra Kurniawan, Henry Yosodiningrat mengatakan dirinya tidak tahu-menahu soal pernyataan Ismail yang menyeret nama kliennya itu.
Henry menegaskan, ia sama sekali tidak pernah membicarakan hal itu dengan Hendra.
“Saya tidak tahu soal itu dan tidak pernah ngobrol soal itu dengan Pak Hendra,” tutur dia, dilansir dari TribunKaltim.co
Oleh karena itu, ia enggan memberikan tanggapan lebih lanjut soal video klarifikasi dari Ismail Bolong.
Secara terpisah, Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto dan Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo masih belum memberikan tanggapan soal ramainya video dari Ismail Bolong itu.
Sebelumnya, Ismail Bolong yang menyebut dirinya menyetorkan uang miliaran rupiah ke Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komjen Agus Andrianto ramai menjadi sorotan.
Akan tetapi, belakangan ia menarik pengakuannya dengan membuat video klarifikasi bahwa ada perwira tinggi Polri yang menekannya untuk membuat video terkait pengakuan pemberian uang terhadap Komjen Agus Andrianto.
Dalam video klarifikasinya, Ismail mengaku, tidak pernah memberikan uang apa pun ke Kabareskrim.
Ia juga mengaku video testimoni dirinya soal adanya setoran uang ke Kabareskrim dibuat atas tekanan dari Brigjen Hendra Kurniawan yang saat itu menjabat Karo Paminal Propam Polri, pada Februari 2022.
“Saya perlu jelaskan bahwa pada bulan Februari itu datang anggota Mabes Polri dari Paminal Mabes, untuk beri testimoni kepada Kabareskrim, dengan penuh tekanan dari Pak Hendra, Brigjen Hendra pada saat itu. Saya komunikasi melalui HP melalui anggota paminal dengan mengancam akan bawa ke Jakarta kalau enggak melakukan testimoni,” ujar Ismail dalam video klarifikasi, seperti dilansir dari YouTube Tribunnews.com, Senin (7/11/2022).
Ismail, dalam video awal yang beredar, mengaku menyetor uang ke seorang perwira tinggi Polri sebesar Rp 6 miliar.
Ismail Bolong yang juga mengeklaim merupakan anggota kepolisian di wilayah hukum Polda Kaltim itu menyatakan dirinya bekerja sebagai pengepul batu bara dari konsesi tanpa izin.
Kegiatan ilegal itu disebut berada di daerah Santan Ulu, Kecamatan Marangkayu, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kaltim yang masuk wilayah hukum Polres Bontang, sejak bulan Juli tahun 2020 sampai November 2021.
Dalam kegiatan pengepulan batu bara ilegal, Ismail Bolong mengaku mendapat keuntungan sekitar Rp 5 miliar sampai Rp 10 miliar setiap bulannya.
Ismail mengaku telah berkoordinasi dengan seorang perwira petinggi Polri dan telah memberikan uang sebanyak tiga kali, yaitu bulan September 2021 sebesar Rp 2 miliar, bulan Oktober sebesar Rp 2 miliar, dan November 2021 sebesar Rp 2 miliar.
Bahkan, pengakuan Ismail Bolong tersebut juga mendapatkan perhatian dari Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.
Tak tanggung-tanggung, Mahfud MD akan berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait pengakuan Ismail Bolong tersebut.
”Nanti saya akan koordinasi dengan KPK untuk membuka file tentang modus korupsi dan mafia di pertambangan, perikanan, kehutanan, pangan, dan lain-lain,” kata Mahfud dalam pesan tertulisnya, Minggu (6/11/2022) dikutip dari TribunKaltim.co.
Mahfud menuturkan, koordinasi dengan KPK akan tetap dilakukan meskipun Ismail mengaku memberikan pernyataan itu di bawah tekanan pejabat petinggi Polri lainya.
Mereka yang disebut memberikan tekanan adalah mantan anak buah eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo, Hendra Kurniawan. Hendra Diketahui pernah menjabat sebagai Kepala Biro Pengamanan Internal (Karo Paminal) Divisi Propam Polri dengan pangkat Brigadir Jenderal.
Mahfud mengatakan, isu perang bintang atau gesekan antar jenderal di korps Bhayangkara harus segera dituntaskan.
Menurut mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu, saat ini perselisihan antar jenderal di kepolisian saling membuka kartu.
”Isu ’perang bintang’ terus menyeruak. Dalam ’perang’ ini, para petinggi yang sudah berpangkat bintang saling buka kartu truf. Ini harus segera kita redam dengan mengakar masalahnya,” kata Mahfud.
Mahfud menilai, pengakuan Ismail telah menyetorkan uang Rp 6 miliar ke Komjen Agus Andrianto ganjil. Sebab, tidak berselang lama setelah memberikan pernyataan itu, Ismail meminta pensiun dini dari Polri.
Ismail disebut memberikan pernyataan dalam video itu pada Februari 2022. Ia kemudian dinyatakan berhenti dari Polri pada 1 Juli 2022.
Pensiun dini ini terkonfirmasi dalam surat Pemberhentian Dengan Hormat dari Dinas Polri Nomor kep/308/IV/2022 yang ditandatangani Kapolda Kaltim Irjen Imam Sugianto pada 29 April 2022.
“Aneh, ya. Namun, isu mafia tambang memang meluas dengan segala backing-backing-nya,” tutur Mahfud.
Sebelumnya, dalam sebuah video yang beredar di media sosial Ismail mengaku menjadi pengepul batubara ilegal di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Saat itu, ia menjabat sebagai Satuan INtelijen dan keamanan (Sat Intelkam) Kepolisian Resor Samarinda.
Ismail mengaku menyetor uang Rp 6 miliar dalam tiga tahap, yakni September, Oktober, dan November 2021. Uang itu bersumber dari penjualan batubara yang dikumpulkan sekitar Rp 5-10 miliar per bulan.