Barometerkaltim.id – Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), Ekti Imanuel, menyoroti rencana pemerintah pusat memangkas Dana Bagi Hasil (DBH) hingga 50 persen.
Ia mengingatkan kebijakan tersebut bisa menekan ruang fiskal daerah, terutama bagi kabupaten dan kota dengan APBD kecil.
“Nilainya memang cukup besar, tetapi untuk provinsi masih bisa bernapas. Yang lebih repot justru kabupaten dan kota, seperti Mahulu, yang APBD-nya saja tidak sampai Rp2 triliun,” ujar Ekti.
Menurutnya, pemotongan DBH berisiko mengganggu jalannya pemerintahan. Ia meminta pemerintah pusat melakukan evaluasi mendalam sebelum mengambil keputusan.
“Kalau sampai dipotong, dikhawatirkan jalannya pemerintahan bisa terganggu. Harapan kami, sebaiknya ada pembenahan dulu, jangan langsung dipotong begitu saja,” tegasnya.
DBH selama ini menjadi salah satu sumber utama pendapatan daerah, khususnya bagi wilayah penghasil sumber daya alam. Tanpa DBH, kemampuan membiayai pembangunan, layanan dasar, dan belanja rutin bisa terganggu.
Ekti menilai, isu pemotongan DBH juga harus menjadi refleksi bagi pemerintah daerah untuk mengurangi ketergantungan pada transfer pusat.
Ia mendorong penguatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui sektor-sektor potensial.
“Banyak sektor yang bisa kita sisir, misalnya pajak alat berat, mengingat Kaltim merupakan daerah tambang terbesar. Dengan begitu, kita berharap ada persaingan yang sehat dalam meningkatkan PAD agar daerah tetap bisa berjalan dengan baik,” jelas politisi Partai Gerindra itu.
Meski begitu, DPRD Kaltim tetap berharap pemerintah pusat bersikap bijak. Kebijakan fiskal nasional, menurutnya, harus mempertimbangkan daya tahan fiskal daerah, bukan hanya kebutuhan pusat.
Dalam rapat Banggar dan TAPD, turut dibahas proyeksi APBD Kaltim 2026 yang diperkirakan mencapai Rp20,3 triliun. Namun, jika pemotongan DBH benar dilakukan, APBD bisa turun menjadi sekitar Rp15 triliun.
Penurunan ini dikhawatirkan mengganggu program prioritas, terutama di kabupaten/kota kecil seperti Mahakam Ulu, Berau, dan Paser yang masih bergantung pada transfer pusat.
Ekti menegaskan DPRD Kaltim akan terus mengawal isu ini melalui komunikasi intensif dengan pemerintah provinsi maupun pusat.
“Tujuannya agar kabupaten/kota, terutama yang APBD-nya terbatas, tetap bisa menjalankan pemerintahan dan memenuhi kebutuhan masyarakat,” ujarnya.
Ia berharap hasil pembahasan APBD 2026 dapat memberikan kepastian arah pembangunan sekaligus perlindungan bagi daerah kecil agar tetap mampu menjalankan fungsi pemerintahan dengan baik.
“Kejelasan pendapatan daerah, menjadi kunci keberlanjutan program prioritas yang berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat Kaltim,” tandasnya.






