Barometerkaltim.id – Dalami pengakuan Ismail Bolong soal setoran ke petinggi Polri, KPK sambut permintaan Menko Polhukam bongkar mafia tambang.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) siap membantu Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengungkap praktik mafia tambang.
Sebab, dikatakan Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, pertambangan merupakan salah satu sektor strategis nasional, yang punya potensi besar.
Dalam menopang hajat hidup orang banyak, sumber energi pembangunan, tapi sekaligus punya risiko tinggi terjadinya tindak pidana korupsi.
“Menanggapi pernyataan Menkopolhukam Bapak Mahfud MD, terkait rencananya menggandeng KPK dalam mengungkap perkara mafia tambang di Indonesia, kami tentu menyambutnya dengan baik,” kata Ali, Selasa (8/11/2022).
Ali mengatakan, KPK telah melakukan kajian pengelolaan sumber daya alam agar secara sistemik bisa memperbaiki tata kelolanya dari hulu hingga hilir, serta pemanfaatannya optimal bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Bahkan, KPK telah menginisiasi dan menjalankan Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GNPSDA) yang merupakan program bersama kementerian/lembaga serta melibatkan pemerintah daerah dan stakeholder lain dalam penyelamatan sumber daya alam sektor kehutanan, perkebunan, pertambangan, kelautan dan perikanan sejak 2015.
Terbaru, disebutkan Ali, KPK melalui Kedeputian Bidang Koordinasi dan Supervisi membentuk Satuan Tugas (Satgas) Perbaikan Tata Kelola Pertambangan.
Terdiri dari KPK, Kementerian Investasi/Badan Penanaman Modal, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, dan Pemerintah Daerah.
“Satgas dibentuk untuk melakukan koordinasi dan evaluasi tata kelola dan perizinan sektor pertambangan di Indonesia,” kata Ali.
Ali menjelaskan, pembentukan satgas dilakukan, karena maraknya praktik korupsi di sektor pertambangan.
Mulai dari banyaknya penerbitan Izin Usaha Pertambangan yang tidak berstatus clean and clear, hingga banyak tumpang tindih hak guna usaha yang berada di lokasi izin pertambangan dan lokasi izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada tanaman industri (IUPHHK-HTI).
“Untuk itu, perlu dilakukan koordinasi dan evaluasi secara menyeluruh dari berbagai pihak di sektor pertambangan, agar risiko korupsi itu bisa dicegah, dan secara simultan memberikan kontribusi pada penerimaan negara secara optimal,” kata Ali.
Pernyataan Mahfud soal mafia tambang bermula dari kalimat seorang mantan anggota Polri di Polresta Samarinda, Aiptu Ismail Bolong, beberapa waktu lalu yang mengaku telah menjalankan bisnis sebagai pengepul batu bara ilegal yang beroperasi di sejumlah wilayah di Kaltim.
Bisnis batu bara ilegal tersebut dilakukan saat dirinya masih aktif sebagai anggota Polri.
Ismail Bolong mengeklaim telah menyetorkan uang Rp6 miliar ke seorang jenderal yang bertugas di Mabes Polri.
Hal itu dilakukannya supaya bisnis ilegalnya dapat berjalan dengan lancar.
Belakangan, Ismail meralat pernyataannya itu.
Ia mengaku video awal yang viral itu direkam di sebuah hotel di Balikpapan sambil membaca sebuah naskah dan kondisinya di bawah tekanan.
Dia juga mengatakan tidak mengenal jenderal di Mabes Polri yang dimaksud, hingga tak ada penyerahan uang seperti yang disampaikan sebelumnya.
Namun, pernyataannya tersebut sudah kadung menjadi perhatian publik.
Menkopolhukam Mahfud MD pun menyebut isu mafia tambang memang meluas dengan segala backing-backing-nya.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu bahkan menyebut, hingga saat ini masih banyak laporan diterima soal mafia tambang.
Karena itu, Mahfud akan berkoordinasi dengan KPK untuk membuka berkas tentang modus korupsi di pertambangan hingga perikanan.
Diberitakan sebelumnya, video pengakuan mantan polisi yang juga seorang pengusaha itu membuat heboh publik.
Dalam pengakuannya, dirinya memperoleh keuntungan sekitar Rp 5 miliar sampai Rp10 miliar setiap bulannya.
Kegiatan pengepulan batu bara ilegal di Kalimantan Timur itu disebut dilakukannya atas inisiatif pribadi, bukan perintah dari pimpinan.
Ismail mengaku telah berkoordinasi terkait kegiatan tersebut di antaranya dengan Kabareskrim dan telah memberikan uang sebanyak tiga kali, dengan total Rp6 miliar.
Namun usai video itu viral, Ismail Bolong memberi klarifikasi dan menyeret nama Brigjen Hendra Kurniawan.
Saat pembuatan video Februari 2022 lalu itu, ia mengaku dalam tekanan Brigjen Hendra Kurniawan yang saat itu menjabat sebagai Karopaminal Divpropam Polri.