Barometerkaltim.id – Besaran gaji dan tunjangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur (Kaltim) kembali menjadi sorotan publik. Dari hasil penelusuran, total anggaran yang dialokasikan untuk gaji dan tunjangan dewan mencapai Rp52,2 miliar per tahun. Rata-rata, setiap anggota menerima sekitar Rp79 juta per bulan, meski tidak seluruhnya berbentuk tunai.
Menanggapi itu, Ketua DPRD Kaltim, Hasanuddin Mas’ud, enggan menjelaskan secara detail mengenai komponen tunjangan yang diterima.
Ia menilai pertanyaan terkait hal itu tidak etis untuk dibahas secara terbuka.
“Tidak etislah nanya tunjangan, saya takut salah ngomong, nanti diputar-putar lagi,” ujarnya.
Isu gaji dan tunjangan DPRD mulai ramai diperbincangkan sejak Agustus lalu, seiring keluhan masyarakat terhadap kinerja lembaga legislatif daerah.
Sebagian anggota DPRD bahkan menolak memberikan tanggapan, dengan alasan isu ini sangat sensitif.
Di sisi lain, publik berharap efisiensi anggaran lebih menyentuh pos belanja dewan, bukan mengurangi alokasi yang langsung bersentuhan dengan kebutuhan masyarakat. Saat ini DPRD Kaltim memiliki 55 anggota yang terbagi ke dalam empat komisi.
Pun, Hasanuddin menjelaskan, terdapat perbedaan signifikan antara sistem penggajian DPR RI dengan DPRD. Jika di DPR RI menggunakan mekanisme lump sum (dibayarkan sekaligus), DPRD menerapkan sistem ad-cost yang dihitung berdasarkan ukuran atau periode tertentu.
“Kalau di DPR RI itu lump sum, kalau kita pakai ad-cost. Jadi berbeda. Dan besaran itu bukan kami yang menentukan, tapi sudah diatur pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri. Ya, kita menerima saja,” jelasnya.
Meski begitu, Hasanuddin tidak menutup kemungkinan adanya pemangkasan gaji dan tunjangan dewan di masa mendatang, seiring isu efisiensi anggaran. Ia bahkan menyebut efisiensi bisa mencapai 75 persen pada tahun depan.
Tingginya besaran gaji dan tunjangan anggota dewan yang disebut 20 kali lipat lebih besar dibanding Upah Minimum Regional (UMR) kian menyorot kesenjangan antara beban anggaran dengan ekspektasi publik.
Masyarakat pun berharap, nilai fantastis itu sebanding dengan kinerja DPRD dalam mewakili suara rakyat, terutama di tengah kondisi global yang penuh ketidakpastian.






